Beberapa uji manfaat jamur nematofagus untuk mengendalikan nematoda pada tanaman telah dilakukan baik dirumah kaca maupun di lapangan. Hasil pengujian menunjukan bahwa aplikasi jamur Arthrobortys sp., Dactilariasp., pada tanaman lada dapat menekan populasi nematoda dan mengurangi penyebaran penyakit kuning yang dihasilkan atau disebabkan oleh nematoda tersebut. Pada tanaman nilam dan jahe, penggunaan jamur nematofagus dapat menekan populasi nematoda sehingga produktifitas tanama meningkat. Pada tanaman lada yang ditanam dalam pot yang berisi 50kg tanah, kemudian ditempatkan dilapangan dan diinokulasikan dengan nematoda Meloidogyne 500 ekor dalam bentuk biakan jagung banyak 150/kg/6 bulan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menekan populasi nematoda (Mustika dan Ahmad, 2004).
Menurut Kumalawati (2006) Cendawan yang teridentifikasi sebagai F. oxysporum f.sp. vanillae diperbanyak dengan menggunakan media PDA. Isolat cendawan antagonis (Gliocladiumsp.) dan bakteri antagonis (P. fluorescens) diperoleh dari koleksi Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin Makassar. Cendawan antagonis tersebut diisolasi dan diperbanyak pada media PDA. Sedangkan bakteri antagonis diisolasi dan diperbanyak pada mediaKing’s B. Perbanyakan mikoriza dilakukan dengan menggunakan tanaman jagung. Benih jagung ditanam pada media pasir yang sebelumnya telah disterilkan lalu disekitarnya diberikan inokulum mikoriza (yang diawetkan dalam zeolit) dan disiram sesuai aturan penyiraman secara kontinyu selama satu bulan. Selanjutnya tanaman jagung diberikan larutan stok (Yoshida)
Cara pemberian larutan stok dilakukan sebagai berikut :
Minggu 1 : setiap hari disiram dengan air steril
Minggu 2 : selang satu hari diberi 50 ml larutan hara (5ml larutan stok tanpa P dalam 4 liter air steril) dan hari berikutnya diberi air steril saja.
Minggu 3 : setiap hari diberi 50 ml larutan hara (5 ml larutan stok tanpa P dalam 4 liter air steril )
Minggu 4 : setiap hari 75 ml larutan hara (5ml larutan stok dan 2,5 ml larutan stok P dalam 4 liter air steril) Setelah itu diambil 50 gram pasir dari daerah perakaran tanaman jagung, lalu dimasukkan kedalam 500 ml air pada gelas piala. Suspensinya dituangkan pada saringan secara bertingkat yang terdiri dari 100 mesh, 200 mesh, 320 mesh dan 400 mesh sambil dibilas dengan air. Tuangan yang tertampung pada saringan 320 mesh dan 400 mesh dimasukkan dalam cawan petri. Setelah itu disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
Supernatan pada tabung sentrifugasi di lihat di bawah mikroskop, spora yang didapat diletakkan didalam petridish dan diidentifikasi dibawah mikroskop stereo dengan memberikan alas atau lapisan kertas saring. Jenis mikoriza yang lebih dominan di dapat dari identifikasi tersebut diaplikasikan pada tanaman yang sebelumya diencerkan terlebih dahulu dengan konsentrasi 106. Bibit vanili yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit yang berasal dari kebun petani di Kabupaten Sinjai. Stek vanili direndam ke dalam larutan fungisida Dithane- M45 (2-3 gr/liter air) selama 20-30 menit, lalu ditanam dalam polybag yang berisi media tumbuh campuran tanah, pasir dan pupuk kandang yang telah disterilkan dengan perbandingan 1 : 1 :1 (Menurut Kumalawati, 2006).
Ahmad (2005) menyatakan Tidak semua cendawan nematofagus dapat dimanfaatkan sebagai agen pengendalian karena tidak mampuh melewati tekanan dan juga stres secara in vitro maupun invivo, sehingga cendawan yang lolos uji seperti ini hanya sedikit . di Australia, dari 1.742 sampel yang dikoleksi hanya 3% berhasil di temukan dan lolos uji Sedikit jumlah cendawan nematofagus yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain tidak semua cendawan tanah yang tahan terhadap tekanan enzim dan kondisi asam dan suhu seperti dalam saluran pencernaan. Hanya beberapa cendawan saja yang lolos uji seperti ini, antara lain Arthrobotrys spp. Setelah melewati uji, setelah melewati uji cendawan harus mempunyai kemampuan membunuh larva nematoda juga mengatakan cendawan dapat kehilangan kemampuan pemangsanya akibat dipasase berkali-kali, seperti pada A. Oligospora dan D. Flagrans.
Survei tentang terhadap keberadaan jamur nematofagus pada kambing dan domba telah dilakukan pada tahun 1995-2000 di Bogor Jawa barat, Semarang, Sei putih hasil survei menunjukan bahwa bahwa pada tinja ternak dan tanah ditemukan beberapa jenis jamur nematofagus diantaranya adalah A. Oligospora dan D. Flagrans. Beberapa isolat jamur tersebut telah diuji secara in vitro dan in vivo terhadap nematoda yang menyerang kambing dan domba (H. Controtus) dan D. Flagrans yang berpotensi. Secara in vitro dan in vivo pemberian A. Oligosporalebih dari 1000 konidia/g tinja kambing yang terimfeksi H. Controtus memberi hasil yang baik artinya jamur dapat digunakan sebagai pengendali hayati, karena adanya tahan hidup jamur didalam saluran pencernaan cukup rendah, maka dosis yang digunakan harus 2-3 kali lipat (Mustika dan Ahmad, 2004).
Indrawati dalam Kumalawati (2009) menyatakan bahwa Berbagai usaha pengendalian penyakit busuk batang telah banyak dilakukan, di antaranya dengan memanfaatkan mikroorganisme tanah seperti cendawan rizosfer yang menguntungkan dan bersifat antagonis terhadap patogen ular tanah. Di samping memberikan efek penekanan secara langsung terhadap patogen, mikroorganisme antagonis umumnya dapat meningkatkan pertumbuhan dan kesehatan tanaman sehingga meningkatkan ketahanan tanaman tersebut terhadap patogen (efek tidak langsung) Pemanfaatan cendawan antagonis seperti Gliocladium sp. dilaporkan berpotensi sebagai agens pengendali hayati penyakit tular tanah, termasuk penyakit dumpingoff pada kacang buncis, kubis dan penyakit bercak daun pada tomat serta penyakit-penyakit persemaian pada tanaman kapas Pseudomonas grup fluoresen seperti P. fluorescens dan P. putida merupakan salah satu kelompok plant growth promozing rhizobacteria (PGPR) yang dapat berfungsi ganda selain dapat mendorong pertumbuhan tanaman juga dapat mengurangi intensitas penyakit tanaman. Hasil penelitian dilaporkan bahwa isolat Pseudomonas fluorescens dapat menekan intensitas penyakit busuk batang yang disebabkan oleh fusarium sp.
Fusarium Oxysporum selain dikenal pada umumnya sebagai jamur parasit, yang juga merupakan jamur saprofit aktif yang dapat merugikan bagi lingkungan seperti halnya pada penyakit busuk rimpang jahe disebabkan oleh jamur F. oxysporum. Penyakit busuk rimpang menimbulkan tingkat kerusakan yang beragam, hal ini sangat ditentukan oleh jenis varietas jahe yang ditanam dan didukung oleh kondisi lingkungan setempat. Sebaran patogen busuk rimpang di semua pertanaman jahe antara lain disebabkan oleh sifatnya yang kosmopolit dan mampu hidup di semua jenis tanah (Damayanti, 2009).
Menurut Ahmad (2008) cendawan Beauveria bassiana merupakan parasit serangga yang memiliki beberapa spesies inang serangga, pada umumnya menginfeksi serangga melalui integumen dan hifa masuk melalui jaringan, serangga ini menginfeksi ditandai dengan adanya gejala lemah, kurang aktif, dan pada kutikula ditemui bercak hitam yang menunjukan tempat penetrasi cendawan. Dalam aplikasi cendawan jenis ini banyak diginakan untuk mengendalikan serangga hama pada tanaman perkebunan.
0 komentar:
Posting Komentar