Pindah Tempat

Bagi Guru yg butuh perangkat pembelajaran (RPP, Silabus Etc) saya sarankan kunjungi Situs berikut ini :
RPP SILLABUS DOWNLOAD secara Gratis, Buruan!!!

Sabtu, 26 Juni 2010

Rukun warisan dan Dasar Kewarisan

Rukun kewarisan ada tiga
  1. Al-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia
  2. Ahli waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.
  3. Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotong biaya pengurusan mayit, melunasi hutangnya, dan melaksanakan wasiatnya yang tidak lebih dari sepertiga.

Dasar-dasar kewarisan menurut Hukurn Islam (ashabul mirots), ada tiga:
  • Kekeluargaan (qorobah), adalah pertalian hubungan darah yang menjadi dasar utama pewarisan. "Bagi lelaki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua ibu-bapak, dan kaum kerabat. Dan bagi wanita juga ada hak bagian dari harta peninggalan kedua ibu-bapak, dan kaum kerabat, baik sedikit atau banyak sesuai ketentuan yang telah ditetapkan." (QS. 4/An Nisa': 7) "Dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)." (QS. 8/A1 Anfal: 75). Pertalian darah ini dibagi menjadi, ke atas atas yang disebut ushul, ialah ibu-bapak, kakek-nenek dan seterusnya. Ke bawah, disebut furu', ialah anak-cucu keturunan si mati. Dan ahli waris menyamping, disebut hawasyi, ialah saudara, paman, bibi, keponakan dari si mati.
Ditinjau dari segi pembagiannya, ahli waris akibat pertalian darah ini dibagi menjadi tiga (3).
  1. Ashhabul Furudinnasabiyyah, ialah golongan ahli­-ahli waris yang mendapat bagian tertentu. Misal: 1/2, 1/3 dan lain-lainnya.
  2. 'Ashabah Nasabiyyah, ialah golongan ahli waris yang tidak mendapat bagian tertentu. Mereka mendapat sisa dari golongan pertama. Jika tidak ada golongan pertama, golongan kedua ini berhak atas seluruh harta warisan.
  3. Dzawil Arham, ialah kerabat yang agak jauh dengan si mati.
  • Semenda (mushoharoh), karena perkawinan yang syah. Sehingga suami istri berhak untuk saling mewarisi, apabila salah satu di antara mereka meninggal dunia sewaktu perkawinannya masih utuh. Ketentuannya, sebagai berikut:
  1. Apabila istri yang meninggal dan tidak memiliki anak, suami mewarisi separuh dari harta pening­galan istrinya. Jika punya anak memperoleh seperempatnya. "Dan bagimu seperdua dari pening­galan istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) memiliki anak, maka bagimu seperempat dari harta peninggalannya sesudah dipenuhi segala wasiat yang mereka buat dan/atau sudah dibayar hutang-hutangnya." (QS. 4/An Nisa': 12).
  2. Apabila suami yang meninggal dan tidak memiliki anak, istri mewarisi seperempat dari peninggalan suaminya. Jika punya anak memperoleh seper­delapannya. "Dan bagi mereka (istri-istrimu) seperempat dari harta peninggalanmu jika kamu tidak mempunyai anak. Apabila kamu mempumyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta peninggalanmu sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat, dan sesudah dibayar hutang-hutangmu.” (QS. 4/An Nisa’:12)
  3. Wala' adalah persaudaraan menurut hukum yang timbul karena membebaskan budak. Sabda Muhammad Rosulullah saw. “Hubungan orang yang memerdekakan budak dengan budak yang bersangkutan seperti hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak diberikan." (HR. Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim). "Hak Wala' itu hanya bagi orang yang telah membebasaskan budak. Wala' itu adalah suatu kerabat sebagai kerabat nasab yang tidak boleh dijual atau dihibahkan." (HR. Hakim). Dengan demikian orang yang memiliki hak wala’ berhak mewarisi harta peninggalan budaknya. Ditegaskan oleh Rosulullah saw. "Sesungguhnya hak itu (mewarisi) untuk orang yang memerdekakan.” (Sepakat", ahli hadis). Mereka itu disebut ahli waris golongan' Ushubah sababiyyah.
  4. Hubungan agama. Apabila orang Islam yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, maka harta peninggalannya diserahkan ke baitul mal untuk kepentingan umat islam. Sabada Muhammad Rosulullah saw. “Saya menjadi waris orang yang tidak mempunyai waris.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud). Atau sebagiannya diwasiatkan kepada orang sesama muslim. "Dan orang-orang yang memiliki htibungan darah, sebagian mereka dengan sebagian yang lain lebih berhak (untk, mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudara kamu. Demikian tui adalah tertulis di dalam Kitab Allah. " (QS. 33/Al Ahzab: Ayat ini menerangkan bahwa meskipun hak waris tidak berlaku terhadap orang yang tidak berhubungan darah, namun dianjurkan sekadar pemberian antara lain melalui wasiat yang tidak lebih dari sepertiga.
Tentu saja, Nabi Muhammad Rosulullah saw menerima harta pusaka tersebut bukan untuk kepentingan pribadi/ keluarganya, melainkan untuk kepentingan umat islam.

0 komentar: